Mendidik anak bukan urusan sepele dalam 
agama ini. Salah bersikap terhadap anak bisa menimbulkan dampak yang 
tidak ringan. Alih-alih menjadi anak baik, anak justru lari berbalik. 
Karena itu, penting adanya bimbingan orang-orang alim dalam perjalanan 
kita mendidik anak.
Bersikap terhadap anak harus sesuai 
dengan tingkatan usianya. Setiap tingkatan usia membutuhkan metode 
tersendiri. Adakalanya kita menghadapi kanak-kanak, praremaja, atau 
anak-anak yang telah baligh. Yang kanak-kanak membutuhkan belaian kasih 
sayang, sementara yang lebih dewasa membutuhkan pendidikan.
Ada ahli hikmah mengatakan, “Jika anakmu
 masih kecil, luruskanlah dia! Jika anakmu berangkat remaja, temanilah 
dia. Jika anakmu telah dewasa, arahkanlah dia!”
Tiga tahapan usia ini seyogianya diperhatikan oleh setiap orang tua dalam menentukan metode pendidikan bagi anak-anaknya.
Usia Kanak-Kanak
Anak-anak dalam usia ini hendaknya 
diajari adab. Pengajaran ini harus dilakukan dengan cara yang baik. 
Sebab, apabila anak—terutama pada masa sekarang ini—disikapi keras, 
terkadang justru semakin jauh dari orang tuanya. Ia semakin jauh dari 
kebenaran yang sedang diajarkan, semakin jauh pula dari ketaatan. Ia pun
 enggan untuk patuh, enggan untuk menjalankan shalat.
Sebaiknya orang tua memberikan 
pengajaran adab dengan cara yang tidak menimbulkan kebencian anak 
terhadap amalan ketaatan. Untuk anak di bawah usia tamyiz, orang tua 
hendaknya tidak mewajibkan hal-hal yang belum diwajibkan bagi anak.
Misalnya, masalah aurat anak perempuan. 
Ada hukum-hukum tertentu pada anak di bawah usia tamyiz. Begitu pula 
anak antara usia 7—10 tahun, ada hukum-hukum tertentu pula dalam masalah
 auratnya.
Terkadang, orang tua bersikap terlampau 
ketat pada anak dalam urusan yang sebenarnya dibolehkan oleh syariat. 
Sikap seperti ini kadangkala tidak membawa kebaikan, justru bisa membuat
 anak-anak membenci kebaikan.
Usia Praremaja
Mendidik anak-anak dalam rentang usia 
ini membutuhkan ilmu. Oleh karena itu, hendaknya orang tua mencari tahu 
dan bertanya kepada ulama tentang cara mengajari anak-anak praremaja 
ini, baik terkait dengan masalah pakaian (yang sesuai dengan syariat 
–pen.), meminta izin keluar rumah, pergaulan, apa yang boleh dilihat dan
 apa yang tidak.
Semua ini diajarkan dengan metode yang bisa menumbuhkan rasa cinta dalam jiwa mereka terhadap kebaikan.
Kita harus menyadari, sebelum anak 
mencapai usia baligh, mereka mempunyai ke lapangan dalam beberapa hukum.
 Pembebanan syariat berlaku hanya setelah anak mencapai usia baligh.
Usia Baligh
Pada usia ini, orang tua hendaknya memberikan arahan kepada anak-anaknya untuk mengamalkan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Arahan tersebut disertai dengan tindakan menutup semua jalan yang menuju kerusakan.
Jadi, orang tua harus berupaya memerintah putra-putrinya untuk selalu taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka, di samping juga melarang mereka dari segala bentuk kemungkaran.
Seandainya anak melakukan kelalaian, 
hendaknya orang tua tidak melulu memberi hukuman fisik. Sebab, pada 
zaman sekarang, hukuman fisik terkadang tidak memberi banyak manfaat. 
Bahkan, yang terjadi adalah anak menjauh, enggan menerima kebenaran dan 
petunjuk. Oleh karena itu, orang tua harus lebih bijaksana dan penuh 
hikmah ketika memberi hukuman.
Orang tua semesti nya juga memberikan 
anjuran kepada anak untuk berbuat ketaatan. Di samping itu, orang tua 
berusaha menjauhkan mereka dari segala jalan kemungkaran, baik di rumah,
 di jalanan, maupun kemungkaran yang bersumber dari teman-teman mereka.
Hanya saja, semua ini tetap dilakukan 
tanpa kekerasan, tetapi dengan sikap yang bisa menumbuhkan penerimaan. 
Bisa jadi, dengan memberi targhib (anjuran) dan terkadang dengan tarhib (ancaman). Yang seperti ini tentu akan lebih memberi manfaat.
Di antara metode terbaik untuk mendidik 
anak berusia remaja ini adalah memilihkan teman yang baik. Dalam usia 
ini, anak tidak hanya membutuhkan hubungan dengan orang tua dan 
saudara-saudaranya semata. Mereka juga membutuhkan teman. Terkadang, 
dari teman inilah mereka justru bisa menerima saran atau bimbingan.
Manakala ada salah seorang teman mereka 
yang baik, saleh, dan bisa dipercaya, hendaknya orang tua mendorongnya 
agar mau berteman dengan si anak. Di sisi lain, anak pun diberi motivasi
 agar mau berteman dengannya.
Sikap-sikap seperti ini mestinya 
diperhatikan dan diterapkan oleh orang tua. Akan tetapi, kenyataannya 
hal-hal di atas sering terluputkan.
Sering didapati berbagai kerusakan 
terjadi dalam rumah tangga. Ternyata salah satu sebabnya adalah 
kelalaian orang tua terhadap kewajibannya terhadap anak. Mereka tidak 
berupaya membenahi keadaan anaknya, tidak pula berusaha menanamkan 
kecintaan si anak terhadap kebaikan. Setelah kerusakan terjadi, barulah 
mereka mengeluh.
Oleh karena itu, orang tua harus 
benar-benar menempuh jalan yang dituntunkan oleh syariat dalam menyikapi
 anak-anaknya. Jangan sampai ada penyesalan karena orang tua tidak 
menempuh jalan yang syar’i, hingga terjadi atau terlihat sesuatu yang 
tidak selayaknya terjadi.
Hendaknya orang tua benar-benar 
mempelajari bagaimana harus bersikap terhadap anak, bagaimana 
melaksanakan pendidikan anak, bagaimana upaya yang harus dilakukan, dan 
bagaimana cara memperbaiki kondisi anak.
Dengan semua itu, insya Allah pendidikan yang baik akan terwujud. Sikap orang tua terhadap anak pun akan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam syariat ini.

0 komentar
Post a Comment